UNICEF Dorong Reflikasi Dan Keberlanjutan Pengentasan Malnutrisi Anak di Aceh


Kepala Unicef Perwakilan Aceh, Andi Yoga Tama memberikan plakat apresiasi kerja sama dalam pengentasan malnutrisi ibu dan anak kepada Kabid Pengendalian Evaluasi dan Pembangunan Bappeda Aceh, Reza Saputra, di Hotel Permata Hari Banda Aceh,  Selasa 7/12/2021.[foto/ist].

JBNN.net- Banda Aceh- Pemerintah Aceh bekerja sama dengan UNICEF Indonesia Perwakilan Aceh mengajak 8 kabupaten/kota untuk saling belajar mengenai berbagai praktik baik dalam pencegahan dan pengentasan malnutrisi ibu dan anak di Aceh.
Acara yang berlangsung pada 7-8 Desember 2021 di Banda Aceh dan diikuti oleh hampir 100 orang perwakilan lintas sektor provinsi dan kabupaten/kota ini diharapkan dapat memicu komitmen pemerintah terkait dalam mereplikasi dan memastikan keberlanjutan program.
Malnutrisi masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi Pemerintah Aceh. Data Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa prevalensi stunting di Aceh berada pada angka 37.1 persen, tertinggi ketiga di Indonesia.
Kabid Pengendalian Evaluasi dan Pembangunan Bappeda Aceh, Reza Saputra, menyatakan bahwa kerjasama Pemerintah Aceh dengan UNICEF Indonesia telah sejalan dengan target Pemerintah Aceh dalam RPJM, yakni menurunkan prevalensi stunting kurang dari 20 persen serta menekan balita gizi buruk dari 2.6 persen menjadi 2.1 persen dan balita gizi kurang dari 14.1 persen menjadi 11.8 persen.
“Besar harapan kami bahwa dengan adanya pertemuan praktik baik dan pembelajaran ini, banyak hal yang dapat kita pelajari dan perbaiki, termasuk upaya pertukaran pengalaman dan pengetahuan tentang berbagai hal teknis, termasuk strategi dan pendekatan baru yang dapat kita coba di daerah masing-masing,” ujar Reza saat membuka acara pada Selasa (7/12).
Sejak 2019, UNICEF Indonesia telah mendampingi 8 kabupaten/kota yang turut hadir dalam acara tersebu. Empat Kabupaten/kota yang melalui intervensi langsung diantaranya, Aceh Jaya, Aceh Singkil, Sabang dan Simeulue. Yang melalui intervensi tidak langsung; Aceh Selatan, Gayo Lues, Nagan Raya dan Pidie, untuk menekan angka kasus malnutrisi di Aceh.
“Intervensi dilakukan melalui peningkatan kapasitas, advokasi kebijakan, perencanaan dan penganggaran hingga pengawasan dan evaluasi di tingkat pemerintah kota/kabupaten hingga di level komunitas atau desa,”imbuhnya.
Reza juga menjelaskan, Program ini menitikberatkan pada integrasi lintas sektor, mulai dari kesehatan, gizi, sanitasi dan kebersihan lingkungan, pengasuhan hingga perlindungan sosial, mengingat malnutrisi anak disebabkan oleh berbagai faktor.
Hasilnya, hingga November 2021, lebih dari 28 ribu pengasuh baduta telah menerima konseling pemberian makanan bayi dan anak, 344 desa telah menerapkan modul kelas pengasuhan positif, 1.078 kesehatan telah memiliki tenaga yang terlatih dalam pelayanan terpadu bagi balita sakit, 269 desa terverifikasi bebas dari Buang Air Besar (BABS) dan sekitar 5.000 anak menerima bantuan universal yang terintegrasi dengan sistem kesehatan setiap tahunnya sejak 2019.
“Komitmen serta koordinasi terhadap program yang berkelanjutan merupakan kunci dari keberhasilan program yang akan dilaksanakan,” lanjut Reza.
Kepala UNICEF Indonesia Kantor Perwakilan Aceh, Andi Yoga Tama mengapresiasi kinerja, capaian dan inovasi Pemerintah Aceh dan 8 kabupaten/kota dalam menanggulangi malnutrisi anak selama tiga tahun kerjasama berlangsung. Ia menekankan pentingnya peran multisektoral dalam penuntasan malnutrisi yang tak hanya berhenti pada komitmen sektor kesehatan.
“Kami berharap bahwa komitmen ini dapat berlanjut dan bahkan diikuti oleh banyak daerah lainnya. UNICEF Indonesia terbuka untuk bekerjasama dengan berbagai kabupaten/kota di Aceh,” ujar Andi.
Acara ini berlangsung dengan diskusi substantif terkait berbagai inovasi lintas sektor, beberapa diantaranya yakni skema perlindungan sosial GEUNASEH di Sabang yang meningkatkan kunjungan ke Posyandu dengan mendistribusikan bantuan sebesar Rp150 ribu tiap bulannya bagi anak usia 0-6 tahun.
Di Aceh Jaya, pelayananan konseling berbasis komunitas terkait pemberian makan bayi dan anak membantu para orang tua untuk menentukan asupan terbaik bagi sang anak. Pembiayaan berbasis komunitas juga mendorong banyak desa di Aceh Jaya terbebas dari praktik BABS.
Sementara di Simeulue, kelas pengasuhan positif dengan konteks lokal juga turut membantu orang tua memahami berbagai isu terkait kesehatan dan kesejahteraan anak. Dalam sektor kesehatan, peningkatan kualitas pelayanan, perencanaan dan pembiayaan Puskesmas hingga digitalisasi data Posyandu juga turut berkontribusi pada deteksi dan penanganan kasus malnutrisi ibu dan anak sedini mungkin.
Kabid Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Aceh Selatan, Agus Fardin mengatakan, ada berbagai praktik baik dari daerah intervensi langsung UNICEF Indonesia untuk di adopsi. “Untuk mengimplementasikanbya, kami berharap berbagai daerah bisa tetap berbagi informasi kedepannya,”tutup Agus.(Akbar)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *