Gubernur Aceh Nova Iriansyah menerima kunjungan Ketua Dewan Analisis Strategi (DAS) Badan Inteligen Negara (BIN), di Meuligoe Gubernur Aceh, Kamis (6/1/2022). |
JBNN.net, BANDA ACEH – Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, menyatakan, syariat Islam di Aceh merupakan kultur yang telah menyatu dalam kehidupan masyarakat. Karena itu tidak ada pertentangan antara agama dan budaya, dalam kehidupan bermasyarakat.
Pernyataan itu disampaikan Nova saat menerima kunjungan Ketua Dewan Analisis Strategi (DAS) Badan Inteligen Negara (BIN), di Meuligoe Gubernur Aceh, Kamis (6/1/2022).
Turut hadir mendampingi, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekda Aceh, Mawardi, Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Aceh Syaridin, Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Banpol) Aceh Mahdy Effendi, dan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Aceh Dedi Yuswandi, Juru Bicara (Jubir) Pemerintah Aceh Muhammad MTA, Staf Ahli Gubernur Aceh Wiratmadinata.
Adapun rombongan DAS BIN, antara lain, Ketua DAS BIN Letjen TNI (Purn) Dr. M. Munir, IRTAMA BIN Eman Sungkowo, Staf Ahli KABIN Bid. Ideologi dan Politik Mayjen TNI Gamal Haryo Putro, Staf Ahli KABIN Bid. Sosbud, Staf Khusus KABIN DR. Riri Satria, dan Staf Khusus WAKABIN Prof. Imron Cotan.
Karena itu, menurut Nova, isu radikalisme di bumi Serambi Mekkah sangat jarang terjadi, bahkan nyaris tidak ada. Keberadaan pelaku terorisme sendiri yang pernah terjadi di Aceh (Jalin Jantho) pada faktanya juga bukan masyarakat pribumi, melainkan orang luar yang masuk.
“Konflik di Aceh pun, pada dasarnya bukan permasalahan keagamaan melainkan untuk menuntut keadilan, yang selama ini dirasa tidak sesuai,” kata Nova.
Kemudiaan, Nova juga menyayangkan terkait citra Aceh yang memburuk di mata international, sehingga menyulitkan pemerintah untuk menggaet invenstor.
Seperti halnya yang mengatakan Aceh daerah yang tidak ramah beragama dan tidak aman.
Nova menegaskan, justru Aceh menjadi daerah yang cukup aman di bandingkan dengan provinsi lainya di Indonesia. Tekait permasalahan intoleransi, justru tidak didapati di Aceh.
Ia mengungkapkan, di negeri syariat Islam ini tidak ada satupun gereja yang dibakar akibat konflik beragama.
“Saya pernah tinggal di Jakarta 5 tahun, itu spion mobil saya selalu hilang, tapi selama di Aceh itu tidak pernah terjadi lagi,” ujarnya.
Kemudian, untuk kesejahteraan, Pemerintah Aceh juga sedang membangun kembali Golden Triangle antara Aceh, Penang, dan Singapura melalui wilayah Sabang, Phuket, dan Langkawi, untuk membangun pusat perekonomian.
Hanya saja program itu terkendala pandemi Covid-19, kemudian faktor lainya disebabkan masih rendahnya soliditas dan primordialisme sesama Aceh cukup tinggi.
Karena itu, perlu strategi kuat untuk memadukan dan meleburkan sikap itu, sebab sebenarnya Aceh memiliki SDM yang berkualitas, tetapi kemajuan sangat lambat dirasakan karena tidak ada konsolidasi yang solid.
Sementara itu, Ketua DAS BIN Letjen TNI (Purn) Dr. M. Munir, menjelaskan BIN memiliki Dewan Analisis Strategis, yang memiliki tugas pokok membuat kajian masalah nasional, kemudian produk kajian tersebut diserahkan kepada Kepala BIN dan diserahkan Presiden.
Ia menyebutkan, salah satu kajian yang dibuat adalah tentang Aceh yang dibuat oleh ahli – ahli berdasarkan kajian akademik. “Presiden mengapresiasi kajian itu, hasil kajian itu diharapkan dapat diwujudkan, untuk meningkatkan kesejahteraan Aceh khususnya Generasi Muda Aceh,” katanya
Ia merangkan, hasil kajian dari DAS BIN menunjukkan, generasi muda Aceh akan berada di usia produktif yang dapat menjadi potensi ekonomi, serta didukung dengan sumber Hasil Alam Aceh yang kaya. Apalagi letak geografis Aceh yang berada di selat Malaka yang dilalui ribuan kapal dengan tren tonasi yang terus meningkat.
Kemudian, dengan ciri khas Aceh sebagai wilayah mayoritas muslim juga harus terus dioptimalkan, agar paradigma Islam sebagai ancaman dapat di redam.